Sabtu, 11 Februari 2012

Ratu Malam


“Biarkan aku tersandung dalam bulan, bergelut mesra pada malam,
berdesah malu dengan peluk dingin. Katakanlah aku penakluk malam”

            Air jernih sayup tercemar dialiran hidupnya
            Tiada kata setia, sakit, tersakiti, atau tangis
            Hasrat jiwa sesat terpuas nafsu birahi
            Menyerongkan fana dalam sepercik gerak
Si Belang merayap datang
Mengibas ekornya terjingkat rupa sang ratu
Hamburkan kertas merah, layangkan gombal jamahlah malam
            Dosakah ia?  kerja hiburan bak artis horor ?
            Mengabdikan seluruh jiwa raga demi orang ‘miskin’ ?
            Tergelatak mengorbankan seluruh keindahan, dalam nikmat
Siapa salah? Ataukah tiada benar?
Derajat anjing kintamani tak ibasnya seekor belang
Lalu derajat siapakah yang mati?
Penikmat? Ataukah Sang Ratu Malam?
            Baik makna, robek hati menyerutu diasapnya-
            “Aku hanyalah kepulan asap, sesaat sesat sesaat indah, akulah pemberi sedekah kepada fakir miskin berdasi dan jas hitam itu, belang ekornya aku rawat dengan sentuhan obat pemanas”
           




DEKLARASI KEMERDEKAAN “DEWI-DEWI” -Terlahir dengan keterpurukan-


Melambai nyiur, udara menghempas bebas direlung malam
Jiwa berdetak kagum, Dewi melenggokan pinggulnya
Terurai rambut hitam legam, bibir merah, sepatu tinggi
Jajakan kemerdekaan, kepada mulut penghisap darah
            Kumandangkan intelektualitas mu !
            Kobarkan ilmu bahana tentang jurus jurus setan mabuk
            Hanyutkanlah dalam arak, bersulang emas berlian disakunya
            Rogohkan mata, dibelaian pelaminan mimpi
Bendera dikibaskan, berjuntai lagu mengalun ‘alamat palsu’
Iringin langkah bersama tembakaunya, dan para budak
Jurulkan lidah, bibir mengaga, gigi gerondong ingin mencicipi bulatan dewi
            Haram dia, suram dia, malang ia, manis ia,
            Teriakan suara mu – Dewi !
            Berontak seluruh kekangan
            Tembak peluru bius mu
            Jangan takut, sebab tubuh mu sehalus suci Dewi Surga
            Kuburlah, masa buruk..
            Tancapkan nisan, di batas birahinya

Gemuruh Baliku, Indonesiaku


Gemetar gaungan genta
Semerbak anggun harum dupa
Asap melingkar diantara mantram puja
Tatanan beda bunga,warna
Menyeruak lahir haturkan doa
           
Geliat lekukan tarian dewa
Iringi dendang  kidung angkasa
Budaya bali, etos Ramayana
Dalam Indonesia, MERDEKA !!!

Gambuh meronceng tiada
Hambar pesisir angkara
Ritatkala gaungan petir dunia
Dimensi berbeda bendera

Berjuang  akar budaya
Bermakna satu dua tiga kata
Yang abadi dalam nafas jiwa
Kiat belum merdeka !
Sudah tertutup mata
Akan nikmat dunia fana
Hilang luhur budi mulia
Indah buta indah kala
Buruk mata buruk jiwa
Canda duka canda siksa
Sedih nikmat sedih rasa
Terkurung fatamorgana
Terselip rapuh gembira
Hidup tak bernilai
Dalam raga darah merah putih murka

Fatamorgana
Tamat jiwa
Mati suka
Kubur canda
Di budayanya
Bali,Indonesia

Lahirlah kembali..

Ilalang Musim Penghujan


Kilat petir, meneteskan air mata
Bersedu sedih dalam dilema membara
Lalu jatuh tersiksa
            Ibaratkan lah –bunga ilalang- dia
            Ikuti arah angin dan suara
Musimkah ini atau bila mana kau tersenyum akan tergores pisaunya ?
           
Terkapar diranjang perjam, dibawah kelambu kusam
            Melipat diri di ujung kabang debu
            Wahai gadis, angakat martabatmu
            Julurkan langkah, sabung hidup
            Tiada guna diam
Emansipasi terus mengalir di darahmu
Hilang nikmat, dalam waktu
Jauhkan nafsu diselangkangannya
Lalu basuh muka, angkat kepala lihat kedepan
Bumi tak seburuk permainan ranjang mu…


Jumat, 10 Februari 2012

Pada Matahari Tumpah Ratap


Pada matahari tumpah ratap
Bertuba debu terbakar darah

Rindu rumput rindu beku
Ditelan kabut sayap kelabu
Mengendap pucuk cemara
Menyilang angin senja

Oh,matahari jauhkan rimba
Dai lulung rimba
Belalhlah waktu jangan rimba dewataku
Yang telanjang dalam warna kelabu
Biarkan ja;ak menepis senja
Biarkan dupa menina bobokan dewa-dewa sampai ke sorga

Oh.Matahari jangan mabukkan rimba
Aku percaya
Pada bir di pelaminan

Oh,Matahari jangan koyak langit senja
Demi rimbaku lestari dalam cahaya
Wangi bunga

I Gusti Putu Bawa Samar Gantang

Senin, 06 Februari 2012

MALAM APRESIASI SASTRA 2012 - NASIONALISME



Malam Apresiasi Sastra ( MAS ) 2012 Teater Angin SMAN 1 Denpasar, sukses digelar. MAS Teater Angin tahun ini mengusung tema “Nasionalisme”. Acara tersebut diselenggarakan pada tanggal 24-25 Januari 2012 bertempat di Aula SMAN 1 Denpasar. Acara pementasan ini mengundang antusisme penonton yang sangat banyak. Pementasan ini tidak hanya menampilkan kreatifitas dari Teater Angin saja, tetapi beberapa teater dan komunitas di Bali juga ikut berpartisipasi dihari pertama, dan dihari kedua yang merupakan malam puncak. Dibuka dengan “Tarian Jaka Tarub” oleh Teater Limas dari SMAN 5 Denpasar, disusul dengan Teater Teras yang membawakan sebuah drama, Teater Sangsaka yang menunjukan kebolehan lewat Musikalisasi Puisinya dan diikuti oleh penampilan Teater Bisma yang menampilkan monolog. Teater Wong Kutus dari SMAN 8 Denpasar yang bermusikalisasi puisi sebagai penampilan mereka, Teater Jineng dari SMAN 1 Tabanan yang menampilkan Drama Kolosalnya, Teater Topenk menampilkan monolog, Teater Antariksa dengan fragmentasi puisinya. Lalu disambung dengan penampilan dari Komunitas Senang Bertemu Dengan Anda yang menampilkan musikalisasi puisi dan trax video yang didedikasikan untuk alm. I Nyoman Bayu Krishna yang berjudul “Pending“, Komunitas Palang Empat featuring Teater Angin menampilkan musikalisasi Puisi dan sebuah drama singkat berjudul “ Sedang Dalam Proses “, lalu dilanjutkan dengan penampilan dari Teater Prapat yang berasal dari SMAN 2 Kuta menampilkan drama dan Komunitas Bale menampilkan Musikalisasi Puisi. Acara dihari pertama tersebut ditutup dengan penampilan Teater Blabar dari SMAN 4 Denpasar dengan musikalisasi puisinya yang memukan penonton. Dihari kedua dibuka dengan slide show foto-foto saat persiapan MAS, dilanjutkan dengan pembacaan puisi yang dibawakan oleh Pembina Teater Angin, Elly Susiana berjudul “ Karawang Bekasi “ karya Chairil Anwar, diikuti dengan Musikalisasi puisi “Gerilya” dan Dramatisasi Puisi.
Lalu hadir kembali Musikalisasi Puisi “Prajurit Jaga Malam”,disambung dengan Drama “Dunia Seolah olah”
dan Musikalisasi Puisi yang berjudul “Kami Belum Merdeka”. 
Penampilan tersebut dipandu oleh seorang dalang yang tidak hanya memimpin acara tersebut dari awal, tetapi dalang juga berinteraksi bersama para penonton yang menyebabkan suasana pementasan pada malam itu menjadi lebih hangat dan berwarna. Kemudian di akhir acara ditutup dengan pembawaan lagu “Tentang Angin” oleh seluruh anggota Teater Angin sebagai wujud rasa bahagia karena acara telah sukses berjalan. “Acara ini, memang kita dedikasikan untuk saudara kami, Alm. I Nyoman Bayu Krishna (Acong) . Serta acara ini merupakan wadah kreativitas bagi pegiat sastra dikalangan sekolah.” Tutur Audra selaku Ketua Panitia. (wds)